Sebuah Tongkat dan Nilai Moral

Sebuah Tongkat dan Nilai Moral

Alkisah pada zaman dahulu, hiduplah seorang kakek yang sudah tua dengan ketiga anaknya. Ketiga anaknya memiliki kemampuan dan kecerdasan yang setara dan mereka semua adalah pekerja keras, sehingga seluruh warga kampung memuji kinerja mereka.

Namun bukan bahagia, sang kakek malah bersedih melihat ketiga anaknya. Meskipun ketiga anaknya pekerja keras, mereka selalu saja berdebat dalam suatu kesempatan bahkan hingga berkelahi. Keluarga menjadi tidak nyaman dan seperti tempat asing bagi si kakek.

Para warga desa pun mengolok mereka yang terus berkelahi sepanjang waktu. Sang kakek yang sedih pun mulai mencari rencana agar mereka tak lagi berkelahi. Akhirnya sang kakek memiliki rencana untuk menyatukan mereka. Tapi sayangnya sebelum melakukan rencananya sang kakek sudah jatuh sakit.

Dalam keadaan sakit, kakek memanggil ketiga anaknya, anaknya pun datang menghampiri sang kakek dalam keadaan terus saja berdebat. Kemudian sang kakek mengambil batang pohon yang berjumlah sepuluh batang. Kemudian kakek menyuruh anaknya untuk mematahkan batang satu persatu, yang terlebih dahulu mematahkan batang semuanya, maka akan dapat dihargai.

Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka langsung bisa mematahkan batang pohon satu persatu, kemudian mereka berdebat lagi dan saling klaim siapa yang pertama kali berhasil. Melihat mereka, sang kakek berusaha melerai mereka, sembari mengatakan bahwa permainan yang sebenarnya belum selesai.

Kemudian sang kakek mengambil batang lagi yang berjumlah sepuluh dan diikat dalam satu ikat. Kemudian kakek menyuruh ketiga anaknya untuk mematahkan batang tersebut dalam keadaan menyatu tanpa dipisah. Karena kesulitan ketiga anaknya menghampiri kakek seraya mengeluh tidak bisa mematahkannya.

Melihat hal tersebut, akhirnya kakek memberikan petuah pada ketiga anaknya.”Wahai anakku, tidak baik bagi kalian terus bertengkar dan saling menyalahkan satu sama lain. lihatlah batang pohon ini ia akan kokoh apabila bersama dan akan lemah jika terpisah satu persatu.

Masalah yang kalian hadapi akan dengan mudah kalian selesaikan apabila kalian bersama.” Mendengar nasihat dari ayahnya, ketiga anaknya pun menyadari bahwa apa yang mereka lakukan saat ini salah, sehingga mereka menjadi damai dan tidak saling bertengkar satu sama lain.